Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka tentang bagaimana cara mereka mendapatkan rezeki itu lalu mereka gunakan untuk apa. Oleh karena itulah pantas jika Allah Ta’ala banyak menyebutkan rezeki-Nya di dalam Al-Qur`an dalam konteks memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beribadah dan melakukan berbagai macam keta’atan kepada-Nya.
Selain itu, kita pun tidak boleh berburuk sangka kepada Allah atas rezeki yang kita dapatkan. Apalagi sampai kita merasa iri karena rezeki yang kita dapatkan tidak sebanyak orang lain. Karena sungguh, Allah sudah menentukan kadar rezeki dari setiap hamba-Nya. Allah sudah menetapkan semua ukuran kehidupan, salah satunya rezeki.“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (QS. al-Baqarah: 172) Menunjukkan pentingnya rezeki yang tayib ini. Kemudian beliau contohkan sebuah contoh: ada seorang yang berjalan dengan safar yang jauh, dalam keadaan, أَشْعَثَ أَغْبَرَ. dalam keadaan kusut masai,
Allah memiliki masyiah, punya kehendak. Ayat ke-67, menunjukkan sempurnanya qudrah (kemampuan) Allah. Allah mampu membuat seseorang hanya tetap di tempatnya, tidak bisa pergi dan tidak bisa kembali. Ketika manusia itu dipanjangkan umurnya, maka ia dikembalikan lagi dalam keadaan lemah setelah sebelumnya dalam keadaan kuat.